Respon Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim

Respon Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim

Community Climate Change Response (CCCR) atau Respon Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim adalah program yang memfasilitasi masyarakat/ petani bagaimana merespon terjadinya perubahan iklim di ruang lingkup pertanian, serta memahami bagaimana presepsi masyarakat terhadap perubahan iklim. Dengan adanya pemahaman dan presepsi masyarakat terhadap perubahan iklim maka masyarakat akan merespon dengan cara beradaptasi dengan keadaan yang terjadi. Beberapa cara adaptasi yang dilakukan akan tercermin dalam kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat.

Program CCCR terlaksana atas kerjasama antara FIELD Indonesia dan Oxfam Novib dengan periode program dari bulan Januari 2010 sampai dengan Desember 2012. Program ini secara serentak dilakukan di 3 Negara yaitu Zimbabwe, Ethopia dan Indonesia untuk meningkatkan kesadaran dan kapasitas masyarakat petani tentang perubahan iklim dan pilihan mereka sendiri untuk menghadapi perubahan tersebut dengan mengadaptasi tanaman dan varietas tanaman yang sesuai dan cocok di lingkungannya; melihat perubahan sosial-ekonomi dan budaya di tingkat rumah tangga dan komunitas yang berhubungan dengan adaptasi produksi pertanian terhadap perubahan iklim, termasuk dari perspektif gender; meningkatkan kesadaran di antara para pembuat kebijakan nasional dan internasional tentang relevansi, kekuatan dan kelemahan sistem pengelolaan sumber daya lokal yang berkaitan dengan ketahanan pangan dan perubahan iklim; peningkatan kerjasama antara masyarakat dan sektor penelitian publik dalam mencapai tujuan ketahanan pangan, adaptasi tanaman dan konservasi sumber daya genetik tanaman; peningkatan praktek adaptasi perubahan iklim lokal dan kapasitas mitigasi, melalui peningkatan keanekaragaman tanaman genetik pada pertanian; serta peningkatan kapasitas mitra untuk melakukan penelitian berorientasi aksi yang relevan dengan kebijakan, dan publikasi hasil-hasilnya.

Kegiatan CCCR dilakukan dalam 3 tahap selama 3 tahun: Tahun pertama (2010) penyiapan lokasi program dan materi kurikulum pembelajaran, TOT pemandu, SL CCCR (studi-studi petani), pengamatan CH (terkait dengan Iklim), pencarian data pendukung kegiatan; tahun kedua (2011) TOT, SL dan tindak lanjut SL (study-studi) , seperti uji cekaman kekeringan (screening), uji salinitas varietas padi, uji varietas tanaman jagung, dan persilangan jagung, workshop kebijakan dalam upaya mencari dukungan dari pemerintah daerah masing-masing lokasi, analisa hasil pengamatan iklim oleh masyarakat; tahun ketiga (2012) studi-studi lanjutan dan analisa hasil pengamatan iklim oleh kelompok.

Lokasi program terletak pada 4 desa di dua kabupaten, wilayah atau lokasi yang di ada di masing-masing kabupaten mempunyai perbedaan karakteristik. Lokasi-lokasi tersebut adalah:

Kabupaten Sampang Madura: desa Kedungdung kec. Muktesareh, ds. Batu Karang kec. Camplong.

Kabupaten Indramayu: Kecamatan Cantigi (desa Panyingkiran Kidul, desa Panyingkiran Lor, desa Cantigi Wetan dan desa Lamaran Tarung) dan desa Sukaslamet kec. Kroya. Desa Kedungdung,

Kadungdung kecamatan Muktesareh terletak di hulu Sungai Kemuning. DAS Kemuning dimulai dari bagian tengah Madura mengalir ke arah selatan berakhir di selat Madura. Tidak ada fasilitas irigasi di Moktesareh, semua daerah pertanian merupakan daerah tadah hujan. Sumber air terlalu dalam yang sudah hampir tidak mungkin untuk dipompa untuk mengairi lahan (irigasi) bahkan untuk kebutuhan sehari-hari di beberapa daerah aliran ini.

Desa Batu Karang, Batukarang secara harafiah berarti batu tidur. Batukarng terletak di pantai selatan Madura. Kesuburan tanah di Batukarng sangat miskin, dengan tekstur tanah yang berpasir dan mengandung bahan organik kurang dari 1%. Karst dan geologi batu kapur memberikan mata air yang cukup memadai untuk irigasi untuk beberapa daerah disekitar Batukarng serta untuk keperluan air rumah tangga.

Desa Cantigi, Cantigi ketinggian sekitar 5 m di atas permukaan laut. Cantigi terletak di hilir sungai Cimanuk, Sungai Cimanuk memiliki karakteristik hidrologi unik karena sungai menjadi sempit di bagian hilir. Daerah tangkapan air yang sempit menyebabkan penyimpanan kanal yang cukup dominan untuk mengurangi debit maksimal. Pertanian masalah yang berkaitan dengan iklim yang terkait dengan hidrologi adalah banjir selama musim hujan dan kekeringan. Naiknya air laut dari permukaan laut juga menjadi masalah di Cantigi. Saat pasang tinggi air laut masuk ke sawah. Akibat dari naiknya air laut menyebabkan tingakat kegaraman tanah tinggi, sehingga banyak tanaman (padi) yang mati akibat salinitas tinggi tersebut.

Desa Sukaslamet, Desa Sukaslamet merupakan desa yang berbatasan dengan hutan produksi, dan merupakan daerah hulu di kabupaten Indramayu. Lebih dari separuh lahan produktif dikonversi hutan tadah hujan dan pertanian lahan kering. Di tanah pribadi, padi adalah komoditas umum. Selain memiliki tanah pribadi, petani masih memiliki akses ke milik negara hutan produksi dengan menanam padi tumpang sari dengan pohon jati atau kayu putih. Tidak ada lahan masyarakat yang tersedia di daerah tersebut. Pertanian masalah yang berkaitan dengan iklim yang kekeringan di musim kemarau dan erosi tanah yang disebabkan oleh di musim hujan. Jika awal musim hujan tertunda atau musim hujan mundur hal ini akan sangat berdampak terhadap pendapatan masyarakat. Mekanisasi memainkan peran penting di daerah ini karena menentukan waktu persiapan lahan dan penanaman. karena daerah ini daerah tadah hujan sehingga petani sangat tergantung pada hujan. Waktu penanaman tergantung pada jumlah traktor yang tersedia di desa untuk pengolahan lahan. Penyesuaian waktu tanam di tingkat desa menghindari serangan hama khususnya tikus dan penggerek batang.