Sekolah Lapangan

Apa itu Sekolah Lapangan?

Sekolah Lapangan adalah konsep "sekolah tanpa dinding" di mana lahan sawah menjadi ruang kelas dan perpustakaannya. Peserta berkumpul seminggu sekali selama satu musim (12-14 minggu) untuk memantau dan menganalisis perkembangan tanaman mereka dari satu fase ke fase berikutnya. Mereka juga mendalami berbagai prinsip yang terkait dengan perkembangan tanaman, seperti dinamika populasi serangga, fisiologi tanaman, pemeliharaan kesuburan tanah, pengaruh air dan cuaca, pemilihan varietas, dan lainnya melalui serangkaian eksperimen yang mereka lakukan sendiri. Di samping kegiatan utama, ada juga serangkaian topik khusus yang disesuaikan dengan permasalahan spesifik di setiap lokasi. Karakteristik utama dari Sekolah Lapangan adalah keterlibatan aktif petani sebagai pelaku, peneliti, pemandu, dan manajer lahan. Aspek "pengembangan manusia" dianggap sama pentingnya dengan ilmu pertanian dalam penyelenggaraan Sekolah Lapangan, yang tercermin dalam kegiatan perencanaan dan dinamika kelompok.

Konsep Sekolah Lapangan muncul sebagai respons terhadap dua tantangan utama yang saling berkaitan: keanekaragaman ekologi lokal dan peran penting petani yang harus menjadi "ahli" dalam mengelola lahannya. Sekolah Lapangan tidak hanya didefinisikan sebagai metodologi baru, tetapi juga mengembalikan esensi dari kata "sekolah", yaitu sebagai wadah di mana peserta secara aktif memahami dan menerapkan proses pembelajaran ilmu. Proses pembelajaran di Sekolah Lapangan sangat terkait dengan pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang aktif, kreatif, dan selalu mencari pemahaman tentang makna dan tujuan hidup.

Desain Sekolah Lapangan dibuat dengan tujuan agar petani memiliki kesempatan belajar yang maksimal, memungkinkan mereka untuk berinteraksi langsung dengan realitas pertanian yang mereka hadapi dan menemukan ilmu serta prinsip-prinsip yang relevan.

Oleh karena itu, pendekatan Sekolah Lapangan tidak hanya berfokus pada "belajar dari pengalaman". Ini adalah sebuah proses yang memungkinkan peserta didik, yang semuanya adalah orang dewasa, untuk memahami dan menguasai "penemuan ilmu" yang dinamis. Ilmu ini dapat diterapkan baik dalam manajemen lahan pertanian mereka maupun dalam kehidupan sehari-hari. Mengingat era saat ini penuh dengan perubahan, diharapkan bahwa melalui Sekolah Lapangan, petani akan dipersiapkan untuk menjadi lebih tangguh dalam menghadapi dinamika saat ini dan tantangan di masa mendatang.

Adapun ciri-ciri Sekolah Lapangan secara umum, adalah sebagai berikut:

  1. Sawah sebagai Sarana Belajar Utama Sekolah Lapangan. Ketrampilan budidaya pertanian ekologis-organik dan penganekaragaman tanaman padi adalah ketrampilan terapan. Oleh karena itu hampir 80% dari waktu keseluruhan digunakan langsung di sawah, bukan di kelas.
  2. Cara Belajar Lewat Pengalaman. Setiap kegiatan dimulai dengan penghayatan atau pengamatan langsung, kemudian pengungkapan pengalaman, pengkajian hasil, dan penyimpulan hasil. Siklus belajar ini diusahakan dalam setiap kegiatan sekolah lapangan.
  3. Pengkajian Agro-ekosistem. Sekolah lapangan terpola dalam siklus mingguan dimana setiap unsur agro-ekosistem dikaji secara sistematis dan mendalam. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa, perubahan keadaan agro-ekosistem sawah cukup berbeda antara minggu yang satu dengan minggu lainnya. Tiap akhir minggu keadaan agro-ekosistem disusun secara utuh untuk pengkajian dan pengambilan keputusan manajemen lahan minggu berikutnya. Siklus ini menyerupai prinsip pantauan mingguan yang akan diterapkan di tingkat petani dan membiasakan peserta latihan untuk terus mengikuti perkembangan sawahnya selama satu musim, dari persiapan lahan sampai pasca panen.
  4. Metoda serta Bahan yang Praktis dan Tepat Guna. Setiap kegiatan sekolah lapangan, beserta bahan penunjangnya, dirancang sedemikian rupa agar dapat diterapkan langsung oleh para petani di desa. Dengan demikian ketrampilan dan pengalaman yang diperoleh peserta akan menjadi bekal yang terkuasai, yang mudah dialihkan ke dalam tugas sehari-hari di tingkat desa.
  5. Kurikulum Berdasarkan Ketrampilan yang Dibutuhkan. Kurikulum dirancang atas dasar analisis ketrampilan lapangan yang perlu dimiliki oleh seorang petani untuk menjadi ahli dalam pertanian ekolgis-organik dan penganekaragaman tanaman padi, agar ia sungguh-sungguh paham dan mampu menerapkannya di lahannya sendiri, serta meneruskannya kepada para petani lainnya. Selain ketrampilan dan pengetahuan teknis pertanian, peserta memperoleh pula kecakapan dalam perencanaan kegiatan, kerjasama, dinamika kelompok, pengembangan bahan belajar, serta komunikasi, agar ia dapat menjadi fasilitator yang mampu merangsang dan membantu kelompok-kelompok tani secara efektif.

Bagaimana Sekolah Lapangan Dilaksanakan?

A. Tahap Persiapan Sekolah Lapangan

Kegiatan persiapan meliputi pemilihan desa lokasi kegiatan, penentuan kelompok tani, dan pertemuan tingkat kelompok tani. Pemilihan desa lokasi kegiatan adalah untuk menentukan desa yang tepat untuk pelaksanaan sekolah lapangan. Adapun penentuan kelompok tani untuk menentukan kelompok tani yang akan melaksanakan kegiatan sekolah lapangan.

Sedangkan pertemuan tingkat kelompok tani merupakan upaya untuk memperoleh sejumlah 25 orang calon peserta aktif dan kesepakatan tentang waktu dimulainya pelaksanaan, hari kegiatan, lokasi lahan belajar, tempat belajar, materi pelajaran, dan lain-lain yang berkaitan dengan pelaksanaan sekolah lapangan.

B. Tahap Pelaksanaan Sekolah Lapangan

Pada tahap ini adalah merupakan proses belajar peserta yang berlangsung secara periodik (mingguan) sesuai dengan situasi dan kondisi lahan, selama satu musim tanam penuh (14 kali pertemuan). Guna penjagaan mutu proses maka kegiatan sekolah lapangan dilaksanakan pada pagi hari, minimal selama 6 jam efektif.

Berikut adalah pedoman umum jadwal setiap pertemuan:

Waktu/Jam* Durasi Kegiatan
07.00 – 07.15 15′ Kesepakatan hasil yang ingin dicapai hari itu
07.15 – 08.00 45’ Kerja lapangan dan pengamatan agro-ekosistem
08.00 – 09.00 60’ Menggambar keadaan agro-ekosistem
09.00 – 10.00 60’ Diskusi kelompok kecil (proses analisis)
10.00 – 10.30 30’ Diskusi pleno (Presentasi/pemaparan kesimpulan dan keputusan tiap kelompok kecil)
10.30 – 10.45 15’ Istirahat (Snack)
10.45 – 11.15 30’ Dinamika Kelompok
11.15 – 11.45 30’ Topik Khusus
11.45 – 12.00 15’ Evaluasi pencapaian hasil hari itu
*Waktu dapat disesuaikan dengan kesepakatan peserta
1. Kerja lapangan dan pengamatan agro-ekosistem.

Sebelum pengamatan agroekosistem, tiap kelompok kecil melakukan kerja lapangan pada petak studi masing- masing, misalnya melakukan sanitasi, pengaturan air, penyiangan, dan sebagainya.

Pada saat pengamatan agro-ekosistem, tiap kelompok kecil mengamati petak yang telah ditentukan. Ada 3 jenis petak masing-masing seluas minimal 500-1000 meter persegi yang harus diamati, yaitu: petak perlakuan lokal yaitu perlakuan kebiasaan petani setempat; petak perlakuan perbaikan (petak ‘mikir’ atau petak sekolah lapangan); dan petak studi sebagai lahan untuk melakukan percobaan-percobaan untuk menjawab permasalahan yang dihadapi.

Agar tiap kelompok kecil memahami perkembangan agro-ekosistem, maka mereka melakukan pengamatan di kedua perlakuan, yaitu petak perlakukan lokal dan petak perbaikan. Sedangkan pengamatan di petak studi dilakukan sesuai dengan topik yang sedang diteliti.

Adapun pengaturan pengamatannya dapat dilaksanakan sebagai berikut:

Kelompok kecil Petak Perbaikan Petak Lokal Petak Studi
I *** *** ***
II *** *** ***
III *** *** ***
IV *** *** ***
V *** *** ***

Dengan demikian tiap kelompok kecil (5 orang) mengamati ketiga petak lahan praktek. Dalam diskusi kelompok kecil yang dibandingkan adalah hasil pengamatan petak ‘mikir’ dan petak perlakukan petani. Sedangkan petak studi didiskusikan perkembangan hasilnya.

Unsur-unsur yang diamati meliputi: keadaan tanaman, serangga hama, serangga musuh alami, serangga air, serangga terbang, gejala kerusakan, keadaan tanah, keadaan air, keadaan cuaca, keadaan gulma, dan keadaan pertanaman sekitar yang dapat mempengaruhi kondisi agro-ekosistem lahan belajar. Contoh tanaman rusak, serangga hama dan musuh alami yang belum diketahui oleh petani dibawa ke tempat diskusi.

2. Menggambar agro-ekosistem.

Gambar agroekosistem merupakan gambaran pertanaman, hama, musuh alami, dan organisme lain, kondisi lingkungan fisik pada saat pengamatan dan perlakuan petani yang pernah dilakukan sebelumnya. Tiap kelompok kecil membuat dua gambar keadaan agro-ekosistem dalam satu kertas, yakni perlakuan petani dan perlakuan ‘mikir’. Pada gambar tersebut harus sudah jelas perbedaan-perbedaan dari kedua petak lahan belajar.

Penggambaran meliputi:

  • Gambar tanaman lengkap (dengan rata-rata jumlah batang/rumpun), diperjelas dengan menggunakan warna yang mendekati keadaan sebenarnya termasuk adanya kelainan-kelainan warna tanaman.
  • Gambar serangga hama dan populasinya di sebelah kiri tanaman, dituliskan nama jenis dan jumlah serangga tersebut.
  • Gambar musuh alami dengan populasinya di sebelah kanan tanaman, dituliskan nama jenis dan jumlah musuh alaminya tersebut.
  • Gambar gejala serangan penyakit, kekurangan unsur hara.
  • Gambar keadaan kelembaban tanah, cuaca: misalnya bila terang gambarlah matahari, bila berawan gambarlah matahari sebagian tertutup awan, bila mendung gambarlah awan saja (di samping kanan atas), dan keadaan gulma.
  • Gambar perlakuan lokal yang pernah dilakukannya (pemupukan, penyemprotan, penyiangan).
3. Diskusi kelompok kecil.

Dimaksudkan untuk mengkaji agro-ekosistem secara sistematis dan mendalam sehingga dapat diambil suatu kesimpulan dari kondisi agro-ekosistem pada saat itu sebagai dasar untuk pengambilan keputusan pengelolaan agro-ekosistem berikutnya. Dalam diskusi kelompok kecil dapat dilakukan analisis perbandingan antara petak perlakukan lokal dan perlakuan perbaikan (petak ‘mikir’).

Untuk menjaga mutu, maka diskusi kelompok kecil membutuhkan waktu khusus, terpisah dengan proses penggambaran. Dalam setiap kelompok kecil salah seorang anggotanya berperan sebagai penanya (bergilir setiap minggu) dengan menggunakan gambar agro-ekosistem yang telah dibuat bersama. Anggota yang lain menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh penanya. Pertanyaan yang diajukan disesuaikan dengan fase tanaman pada saat itu.

Secara umum diskusi kelompok kecil mencakup hal-hal sebagai berikut:

  • APA: Apa yang ditemukan dalam pengamatan, baik berupa jenis dan jumlah serangga hama, musuh alami, organisme lain, kerusakan atau kelainan pertumbuhan tanaman, dan lain-lain.
  • DIMANA: Dimana tempat ditemukan, atau di bagian mana saja hal-hal yang telah ditemukan dalam pengamatan tadi.
  • MENGAPA: Mengapa ada aktivitas serangga hama, musuh alami, organisme lain saat ditemukan, mengapa jumlahnya sebanyak itu, mengapa kerusakan atau kelainan pertumbuhan tanaman itu terjadi, mengapa terdapat di bagian tanaman tertentu, dan lain-lain.
  • BAGAIMANA: Bagaimana hubungan hama, musuh alami dan tanaman saat pengamatan, apa peran organisme lain, bagaimana cara pelaksanaan pengambilan keputusan, serta bagaimana prospeknya pada waktu mendatang.
4. Diskusi pleno.

Diskusi pleno merupakan tahapan kegiatan yang terpisah dengan diskusi kelompok kecil. Dilakukan dalam gabungan kelompok kecil. Dalam diskusi pleno ini setiap wakil dari kelompok kecil mengutarakan secara singkat hasil pengamatannya, kesimpulannya, dan keputusan kelompok kecilnya. Jika ada perbedaan kesimpulan dan keputusan antara kelompok-kelompok kecil, perlu didiskusikan bersama sehingga semua kelompok kecil memperoleh pemahaman dari perbedaan tersebut. Selanjutnya masing-masing kelompok kecil menindaklanjuti keputusannya. Setelah diskusi pleno, gambar disimpan sebagai bahan untuk melihat perkembangan pertemuan berikutnya.

5. Topik khusus.

Topik khusus yang dipelajari dalam setiap pertemuan dipilih berdasarkan permasalahan pokok setempat yang dihadapi oleh petani saat itu. Apabila pada waktu pertemuan tidak menghadapi masalah, maka diberikan topik khusus yang sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman.

6. Dinamika kelompok.

Kegiatan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kekompakan dan kegairahan peserta dalam belajar (suasana dinamis). Materi dinamika kelompok dipilih sesuai dengan kondisi kelompok pada saat itu.

7. Studi khusus.

Agar peserta sekolah lapangan memahami konsep, prinsip, dan teknologi pertanian organik dan penganekaragaman tanaman padi secara benar, maka perlu diberikan materi penunjang berupa studi khusus yang sifatnya: praktis, sederhana (dilakukan beberapa rumpun), mudah dilaksanakan, waktu yang relatif singkat, dan dapat cepat menjawab permasalahan petani saat itu. Studi khusus dapat dilakukan sesuai dengan masalah yang dihadapi oleh petani setempat.

8. Praktek petani dalam penerapan di lahan usaha taninya.

Setelah selesai proses belajar, peserta diharapkan dapat langsung mempraktekkan pengetahuan dan keterampilannya pada lahan usaha taninya.

C. Tahap Penyebaran Gagasan dan Promosi

Pada akhir kegiatan sekolah lapangan, peserta menyelenggarakan kegiatan hari temu lapangan (field day) selama sehari. Kegiatan ini diselenggarakan untuk menyebarkan hasil-hasil belajar peserta sekolah lapangan kepada petani-petani lain di desanya dan para pihak lain seperti dari pemerintahan desa, kecamatan, atau kabupaten. Agenda utamanya adalah penyampaian hasil-hasil belajar dan pengalaman, diskusi, pameran hasil belajar, dan acara lain yang dapat mendukung forum ini seperti acara kesenian, perlombaan, dan sebagainya.